Postingan Populer

Jumat, 24 Desember 2010

Menjaga Independensi PSSI



Tim nasional bentukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia boleh saja menerima hadiah dan bantuan dari para simpatisan. Tapi persoalannya menjadi berbeda ketika mereka dijamu dan mendapat hadiah dari keluarga Bakrie. Dikhawatirkan, pendekatan ini membuat PSSI tidak independen atau terseret dalam urusan politik.

Kerisauan itu muncul tak lama setelah tim sepak bola nasional melaju ke final Piala AFF (Federasi Sepak Bola ASEAN) 2010. Pujian dan dukungan pun mengalir deras kepada mereka, tak terkecuali dari keluarga Bakrie. Atas nama keluarganya, Aburizal Bakrie memberikan bonus Rp 6 miliar kepada tim nasional dan tanah seluas 25 hektare di Jonggol, Bogor, kepada PSSI. Berterima kasih atas hadiah itu, dua hari yang lalu Cristian Gonzales dan kawan-kawan pun datang ke rumah Aburizal di Menteng, Jakarta.

Walaupun jamuan itu digelar oleh keluarga Aburizal Bakrie, tetap saja sebagian orang melihat dengan cara lain. Bagaimanapun, Aburizal sehari-hari dikenal sebagai Ketua Umum Golkar. Publik juga tahu, figur ini dielus-elus oleh kalangan Golkar untuk tampil menjadi calon presiden pada 2014. Ini bisa membuat PSSI tidak independen atau setidaknya dimanfaatkan secara politik untuk merebut simpati masyarakat.

Kelihatannya sepele, tapi masalah itu penting disoroti karena posisi Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI juga bisa menimbulkan konflik kepentingan. Selama ini ia juga dikenal sebagai Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Sulawesi untuk Partai Golkar. Mungkinkah dia menjamin bahwa organisasi sepak bola yang dipimpinnya tidak dirasuki kepentingan politiknya sebagai pengurus Golkar?

Itulah pekerjaan rumah kalangan PSSI jika ingin menjaga independensi dan netralitas organisasi sepak bola tersebut. Prinsip ini jelas dijunjung tinggi, baik oleh Asosiasi Sepak Bola Asia maupun Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Tak hanya harus bebas dari intervensi pemerintah, organisasi sepak bola mesti pula netral dan tak melakukan diskriminasi. Dalam kode etik FIFA juga disebutkan, organisasi sepak bola nasional seperti PSSI dan pengurusnya harus netral secara politik.

FIFA sangat tegas menjaga prinsip itu. Bila pengurus PSSI tak segera menjauhkan diri dari keadaan yang menimbulkan konflik kepentingan, bukan tidak mungkin mereka akan diberi sanksi seperti yang dialami organisasi sepak bola Sudan, Juli lalu. Tim nasional negara itu dilarang bertanding di kompetisi internasional gara-gara organisasi sepak bola Sudan dianggap FIFA tak independen. FIFA tak mentoleransi adanya campur tangan pemerintah terhadap asosiasi sepak bola.

Jika benar-benar ingin menjaga netralitas, PSSI seharusnya berani melakukan reformasi di tubuhnya. Contohnya, mereka harus menerapkan aturan bahwa pengurus PSSI seperti Nurdin tak boleh merangkap jabatan menjadi pengurus partai. Rangkap jabatan seperti ini membuat PSSI rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik.

sumber : http://tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2010/12/22/krn.20101222.221794.id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar