Postingan Populer

Rabu, 11 April 2012

Ranu Pane, Gerbang Menuju Keabadian Mahameru



Untuk melihat galeri foto lebih lengkap silahkan mengunjungi wildestact.blogspot.com

Ini perjalanan yang sulit buat ga dikenang dalam hidup gua. Cerita ini alhamdulillah masih ada di ingetan gua selama 1 tahun. Perjalanan tepat bulan Juli, lupa tanggal berapa, dimulai dari Stasiun Jatinegara berdua bareng temen gua, Rizky Vitiant atau Munir. Nama kereta yang gua naikin itu KA Matarmaja tujuan Malang. Berangkat sekitar pukul 14:00 WIB, jadi hawa panas matahari dan gerahnya gerbong kelas ekonomi bener-bener total banget waktu itu.

Kami berdua sadar bahwa perjalanan Jakarta – Malang itu ga singkat. Maka kami tutupi dengan pembicaraan-pembicaraan tanpa makna saja hingga malam, sekedar ingin melupakan lamanya perjalanan kami. Secara kebetulan di dalam kereta kami berkenalan dengan 2 orang bernama Yugos dan Santo. Kesan pertama melihat mereka itu agak aneh, karena Yugos yang perawakannya gemuk dan memakai kacamata ini tidak membawa barang apa-apa kecuali hp dan kartu identitas, beda halnya dengan Santo yang lengkap dengan daypack Consinanya.

Sepanjang perjalanan dari Semarang kami mulai berbincang-bincang dengan Yugos. Diapun memberikan identitasnya, dan wow, ia sedang mengambil S2 dokter spesialis bedah. Rupanya mereka berdua berasal dari Universitas Yarsi di Jakarta Pusat yang ingin berlibur ke Bromo. Dari pembicaraan dengannya, gua mengambil kesimpulan bahwa orang ini seorang backpacker adict. Kenapa adict?, ya karena selain hobi naik turun gunung, ia juga jika berpergian keluar kota jarang sekali membawa barang bawaan seperti pakaian. Cukup membeli pakaian dijalan dan sehabis pakai langsung dibuang, hmm.

Gilanya, gua berdua sejak awal perjalanan masih belum tau ingin kemana saja ketika di Malang, maklum kami belum pernah kesana. Beda halnya dengan Yugos yang sudah berkali-kali mengunjungi Bromo. Tadinya kami juga punya gambaran ingin ke Pulau Sempu. Namun niat itupun pupus karena kami beralih untuk ikut dengan 2 orang Yarsi itu ke Bromo.

Tepat pukul 8 pagi, kami berempat akhirnya tiba di stasiun Kota Baru Malang. Setelah sarapan soto didepan stasiun, kami beranjak berangkat menuju Pasar Tumpang. Pasar Tumpang merupakan daerah dimana para wisatawan atau para pendaki yang ingin ke kawasan Bromo ataupun Semeru menunggu angkutan yang ingin kesana. Bila ingin ke Bromo atau Semeru dari Tumpang, wisatawan akan diantarkan menggunakan jeep karena medannya yang cukup sulit dilalui. Tapi kami mendapatkan kabar buruk, jalur menuju Bromo waktu itu sedang tertimpa longsor. Akhirnya setelah berunding kami memutuskan untuk menuju Semeru saja, tapi hanya sampai Ranu Pane dan bila sempat kan terus ke Ranu Kumbolo yang lebih tinggi lagi. Kami tidak mau ambil resiko mengingat barang bawaan kami tidak mendukung untuk pendakian. Urus surat kesehatan selesai, logistik terkumpul, sekitar jam 2 siang kami langsung cabut menggunakan jeep hardtop terbuka dengan muatan sekitar 15 orang. Harga sewa jeep ini 450 ribu untuk sekali perjalanan. Di rombongan perjalanan kami bergabung dengan 6 orang pendaki dari Unpad Bandung. Mereka seumuran semua dengan saya dan munir.

Awal mula perjalanan itu biasa saja, hanya jalan aspal mulus dengan tipikal pedesaan pada umumnya. Namun sehabis pertigaan Jemplang, jalur yang dilewati sangat rusak dan berdebu. Pemandangan kanan kiri memang indah, gua pun tergoda untuk mengeluarkan kamera. Keputusan yang sangat nekat memang, mengingat itu kamera baru dan belum dipasang filter untuk melindungi lensa dari debu yang berterbangan dijalan. Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Ranu Pane. Pemandangan di sekelilingnya didominasi bukit hijau yang diselimuti kabut tipis.

Ranu Pane merupakan nama daerah dimana kendaraan bermotor terakhir kali melintas di kawasan Semeru. Terdapat Pos Pendakian terakhir yang dihuni manusia, warung makan dan beberapa rumah warga. Ada 2 danau disini yakni Ranu Pane yang besar dan Ranu Regulo yang agak kecil. Tapi seribu macam sayang, kondisi air di Ranu Pane waktu itu sedang tercemar tanaman eceng gondok yang berwarna coklat. Padahal bila tidak tercemar, pemandangan disini menjadi amat sempurna dengan lanskap pegunungannya.
Sekitar jam 5, rombongan Bandung itupun mulai start pendakian Semeru. Awalnya kami yang berniat melanjutkan hiking menuju Ranu Kumbolo baru berjalan beberapa ratus meter langsung mengurungkan niat itu. Kami sadar bahwa alam tak bisa ditebak dan tak bisa dilawan. Kondisi saat itupun sudah sedikit gelap. Kami pun lantas bergegas kembali menuju Ranu Pane dan memutuskan bermalam disana. Kami bermalam di sebuah Pondok Pendaki yang letaknya berada diatas bukit depan pos pendakian. Pondok Pendaki itu cukup luas, tapi jangan berharap ada listrik dan sinyal hp di pondok ini. Pondok itu dihuni oleh Pak Hambali, dari perawakannya ia berumur sekitar 40 tahun. Ia hidup seorang diri disini. Orangnya ramah, dan sekilas dari tatapan matanya yang tajam seakan memberi tahu bahwa Pak Hambali ini orang yang mempunyai kharisma tinggi.

Semakin malam, semakin menusuk hawa dingin di Ranu Pane. Apalagi saat itu sedang musim kemarau dimana suhu di gunung bila malam akan semakin dingin. Tapi kami semua dapat memaklumi karena faktanya kami memang berada pada ketinggian 2300 meter. Gua dan munir basicnya bukan pendaki gunung handal, beda halnya dengan Yugos dan Santo yang sudah berpengalaman. Sekitar pukul 10 malam, kami lantas membuat perapian sederhana sebatas untuk menghangatkan badan dan untuk memasak. Disitu kami juga berbincang-bincang dengan Pak Hambali. Gua cukup kaget karena Pak Hambali dahulu juga pecinta musik rock seperti Deep Purple, Led Zeppelin, Metallica, dan sebagainya. Dia juga memberi tahu tentang penghargaan-penghargaan yang ia dapat. Semua tanda penghargaan itu terpaku rapi di dinding dan seakan menunjukkan bahwa penghuni tempat ini bukan orang sembarangan.

Pondok ini biasa dipakai para pendaki untuk singgah. Dari hampir semua stasiun televisi juga pernah ke pondokan sederhana ini. Makanya gak salah kalo pondokan ini banyak sekali kenang-kenangan dari para pendaki berbeda provinsi dan negara yang eksis disini. Untuk info juga, kalo pondok ini juga biasa dipakai sebagai tempat evakuasi para pendaki yang meninggal saat pendakian Semeru. Menurut Pak Hambali, Sejak awal ia menempati tempat ini medio tahun 198oan, sudah ada ratusan jenazah yang dibawa kesini dengan aneka rupa bentuknya. Tapi jangan panik dulu, gua udah coba bermalam disitu dan hasilnya 90% aman.

Setelah ngobrol panjang lebar, makan mie dan ngopi beberapa bungkus sudah, kami memutuskan untuk beristirahat. Kami tidur di tempat tidur yang beralaskan kayu saja, jadi jangan harap pula ada kenyamanan lebih disini. Jam 2 malam tapi kami tidak bisa larut tidur walaupun sudah berulang kali mencoba memejamkan mata. Bukannya rasa kantuk yang datang, tetapi hawa dingin yang menusuk tulang mulai menyergap. Sayang, gua cuma membawa 1 jaket dan 1 sarung, tentunya sangat tidak cukup untuk melawan rasa dingin. Kami berempat memang tidak bisa tidur malam itu dan entah bagaimana caranya mencari cara agar ada sumber penghangatan. Akhirnya kami memutuskan untuk mencari kulit kayu kering diluar agar bisa disulap menjadi perapian kecil. Saat keluar, hawa dingin terasa 2 kali lipat dari yang didalam pondok.

Setelah mendapatkan beberapa kulit kayu kering, kami langsung masuk ke dalam pondok dan langsung membuat perapian. Di sela-sela api itu menyala, gua coba buat meremin mata lagi. Sambil menahan rasa dingin, tiba-tiba nafas gua tersendat dan seperti setengah sadar. Kaki gua yang masih dapat bergerak pun langsung menendang Yugos supaya dia bisa sadarin gua. Dan alhamdulillah Yugos langsung membangunkan gua. Tapi entah apa itu namanya, yang pasti 2 kali gua mengalami itu beruntun.

Sekitar jam 4, kami baru bisa memejamkan mata.2 jam gua tidur, tepat jam 6 gua bangun dan melihat Munir dan Yugos udah ga ada ditempat, Cuma ada sleeping bag yang membungkus Santo didalamnya. Gua pun keluar untuk sekedar melihat-lihat pemandangan sekitar. Dan udah dapat gua tebak kalo lanskap pemandangan disini saat pagi itu indah banget. Melirik ke kanan terlihat dengan jelas puncak Semeru yang beberapa menit sekali mengeluarkan asap. Bila melirik ke kiri tepat dimana jurang yang bawahnya berbatasan langsung dengan danau Ranu Pane yang masih diselimuti kabut tipis khas pagi hari.

Tanpa harus berpikir panjang, gua langsung mengeluarkan kamera yang sedikit berembun itu dari tas. Pas gua pegang kamera, rasanya jadi dingin body kamera itu. Puas memotret, gua langsung menuju warung makan dibawah untuk sarapan dan menumpang mengecas batre kamera. Setelah Santo bangun dari tidurnya, kami berempat lantas menuju Ranu Regulo yang letaknya hanya beberapa ratus meter saja dari pondok.
Kondisi Ranu Pane saat itu sedang ramai-ramainya para pendaki karena tepat pada musim pendakian. Tak jarang kami bertegur sapa dengan mereka sekedar sedikit ingin tahu mereka datang darimana.

Sekitar jam 12 siang, kami memutuskan untuk bergegas pulang dari Ranu Pane. Dengan menumpang jeep yang ingin turun kebawah, kami hanya membayar sekitar 180 ribu saja mengingat jeep yang kami naiki ukurannya kecil. Jam 2, kami tiba di Tumpang dan disambut dengan cuaca yang cukup panas. Sungguh peralihan suhu yang tidak mengenakkan tentunya.

Setelah meninggalkan pengalaman di Ranu Pane, kami akhirnya berpisah di Kota Malang. Yugos dan Santo memilih untuk pulang ke Jakarta, sedangkan gua dan Munir langsung menuju kawasan Batu untuk meneruskan perjalanan.

Ranu Pane memang ibarat sebuah gerbang awal menuju keabadian Puncak Mahameru, puncak tertinggi di Pulau Jawa. 2 hari itu cukup memberi pengalaman besar dalam cerita perjalanan gua di tahun 2011 lalu.

Read More......

Rabu, 22 Juni 2011

Lenong, Bertahan Namun Terlupakan


Masih dalam suasana dirgahayu kota Jakarta yang ke-484, saya ingin memposting mengenai kesenian Lenong Betawi. Kesenian ini mampu bertahan dari zaman Belanda hingga kini, meskipun pada saat ini sulit sekali untuk bisa melihat pertunjukan kesenian yang mempunyai banyak makna perjuangan ini. Dikutip dari berbagai sumber dan sedikit editan tapi tidak mengubah esensi. So, mari ikuti :)

Lenong adalah seni pertunjukan teater tradisional masyarakat Betawi. Lenong berasal dari nama salah seorang Saudagar China yang bernama Lien Ong, konon, dahulu Lien Ong lah yang sering memanggil dan menggelar pertunjukan teater yang kini disebut Lenong untuk menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya. (folklore)

Lenong sebagai tontonan, sudah dikenal sejak 1920-an. Almarhum Firman Muntaco, seniman Betawi terkenal, menyebutnya kelanjutan dari proses teaterisasi dan perkembangan musik Gambang Kromong. Jadi, Lenong adalah alunan Gambang Kromong yang ditambah unsur bodoran alias lawakan tanpa plot cerita.

Kemudian berkembang menjadi lakon-lakon berisi banyolan pendek, yang dirangkai dalam cerita tak berhubungan. Lantas menjadi pertunjukan semalam suntuk, dengan lakon panjang utuh, yang dipertunjukkan lewat ngamen keliling kampung. Selepas zaman penjajahan Belanda, lenong naik pangkat, karena mulai dipertunjukkan di panggung hajatan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.


Saat itu, dekornya masih sangat sederhana, berupa layar sekitar 3×5 meter bergambar gunung, sawah, hutan belantara dengan pepohonan besar, rumah-rumah kampung, laut dan perahu nelayan serta balairung istana dengan tiang-tiangnya yang besar. Alat penerangannya pun tradisional, berupa colen, obor tiga sumbu yang keluar dari ceret kaleng berisi minyak tanah. Sebelum meningkat jadi petromaks.

Walaupun terus menyesuaikan diri dengan maunya zaman, untuk terus survive, lenong harus berjuang keras. Dan ini tak mudah. Tahun 60′-an, masih dengan mengandalkan durasi pertunjukan semalam suntuk dan konsep dramaturgi sangat sederhana, lenong mulai kedodoran. “Rasanya, kami seperti berada di pinggir jurang,” cetus S.M Ardan, sastrawan dan sineas Betawi yang kini aktif di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta.

Itu sebabnya, tahun 70-an, bersama para dedengkot Taman Ismail Marzuki (TIM), seperti Sumantri Sostrosuwondo dan Daduk Jayakusumah (keduanya almarhum), Ardan dan Ali Shahab (beken lewat “Jin Tomang”) bertekad menggaet lenong ke tempat terhormat, lewat revitalisasi lenong. Intinya, memberi kesempatan manggung sebanyak-banyaknya buat para seniman kocak itu. “Agar nama mereka ikut terangkat,” terang Ardan lagi.

Di TIM, durasi lenong yang semalam suntuk disunat jadi tiga jam saja. Selain itu, dramaturgi sederhana ikut diperkenalkan kepada pemain. “Kami mulai mengajarkan dialog, artikulasi, frasa, nuansa dan bloking sebagai bagian dari dinamika pementasan,” cerita Ali Shahab. Sebagai art director, dia juga memperkenalkan tata panggung yang lebih realistis. Mulai pemakaian make-up untuk menggantikan cemongan dan bedak, pemasangan hair creppe buat kumis dan jenggot, hingga special effect untuk darah dan luka.

Selama beberapa tahun, lenong ngetrend di TIM dan tempat-tempat pertunjukan lainnya. Anak lenong seperti Bokir, Nasir, Anen, Nirin, M.Toha, Bu Siti, Naserin ikutan beken. Kehidupan mereka pun terangkat lewat tawaran iklan, penampilan di TVRI, bahkan main film layar lebar.

Dibedakan Pakaian

Tapi, jangan salah, lenong sendiri banyak macamnya, Cing. Drama rakyat yang populer di TIM dan TVRI, dengan lakon bertemakan cerita sehari-hari seperti rakyat yang tergencet pajak tuan tanah, disebut Lenong Preman. Alasannya gampang, karena pakaian para pemainnya tidak ditentukan sang sutradara. Jadi, boleh pakai baju sesuka hati, asal tak melenceng dari peran.

Di ujung cerita, biasanya muncul jagoan dari kalangan santri (pendekar taat beribadah) yang bertindak sebagai pembela rakyat. Ali Shahab menyebut para jawara itu berkarakter Robin Hood, merampok orang kaya guna menolong si miskin. Nah, karena penonjolan peran jagoan-jagoan itulah, Lenong Preman dinamai juga Lenong Jago.


Jika ada pemain berpakaian preman, mestinya ada juga yang berbaju resmi. Orang Betawi menyebutnya pakaian denes (dinas, red). Sayang, perkembangan Lenong Denes tak seharum rekan-rekannya di kelompok Preman. Barangkali, karena butuh modal besar untuk tampil di panggung. Maklum, pemainnya harus pakai seragam sesuai tuntutan cerita, yang sebagian besar bertutur tentang kisah-kisah 1001 malam.

Pada dasarnya, Lenong Preman dan Denes memang cuma dibedakan dari pakaian yang dikenakan. Karena pakem-pakem lainnya tetap seragam. Seperti aturan bahwa pemain harus masuk dari sisi kanan panggung dan keluar dari sisi kiri. Serta pakem terpenting yang tak bisa ditawar-tawar, musik pengiring gambang kromong. “Di luar itu, ya bukan lenong,” tegas Ardan.

Gambang kromong sendiri mirip perlengkapan band, terdiri atas berbagai instrumen. Berturut-turut gambang (alat musik dengan banyak sumber suara, terdiri dari 18 buah bilah terbuat dari kayu. Dikenal juga dalam tradisi Jawa dan Sunda), teh yan (semacam rebab berukuran kecil, berasal dari Cina), kong an yan (rebab berukuran sedang, juga berasal dari Cina), shu kong (rebab berukuran besar dari Cina), ning-nong (mirip gamelen Jawa dan Sunda, terbuat dari perunggu).

Selain itu, masih ada kemong (sejenis gong kecil, mirip gamelan Jawa atau Sunda), kromong (gamelan yang dapat menghasilkan 10 sumber suara), kecrek (bilah perunggu yang diberi landasan kayu untuk dipukul-pukul, sehingga berbunyi crek,crek), serta kendang (tambur dengan dua permukaan, berasal dari Jawa, Sunda atau Bali).

Toh, Ardan bisa mentoleransi daerah tertentu, terutama pinggiran Jakarta (perbatasan dengan Bekasi dan Bogor), yang memang tidak memiliki tradisi gambang kromong. Melihat sejarahnya, gambang kromong konon berasal dan berkembang di Betawi Tengah, seperti kawasan Tanah Abang, Senen, Salemba, Jatinegara dan sekitarnya.

Di pinggir Jakarta, “Mereka tetap mempertahankan pakem asli lenong, kecuali musik pengiringnya yang diganti tanjidor,” jelas Ardan. Kok tanjidor? “Karena musik jenis itulah yang berkembang pesat dan menjadi jati diri masyarakat Betawi pinggir,” tegas Ardan. Buat gampangnya, lenong jenis ini kemudian dinamai jinong, kependekan dari tanjidor dan lenong.
Jenis lenong

Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.

Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.

Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong dene (wikipidia)

Nebeng Tapi Diterima

Gencarnya “kampanye lenong” di TIM dan TVRI, bukan hanya membawa dampak positif buat mata pencaharian pelakonnya. Tapi juga menyebarkan pengaruh, orang Betawi menyebutnya sebagai “hikmah budaya”, yakni merasuknya dialek Betawi ke seluruh nusantara. Memang, “hasil finalnya” tak seperti bahasa Betawi baku yang sering terdengar di pemukiman.

Tapi berkembang lagi menjadi “bahasa metro”, karena sudah bercampur dengan idiom-idiom bahasa Indonesia dan daerah tertentu. Toh, Bokir, Nasir, Bu Siti atau Mandra bisa dibilang sukses mensosialisasikan dialek ‘kampung” itu, bahkan “mengangkatnya” menjadi bahasa pergaulan remaja.



Pengaruh lain, berdirinya teater-teater pop yang ke-Betawi-Betawian. Seperti Teater Mama (Mat Solar) dan Teater Mira (Nazar Amir) di tahun 80-an, maupun yang muncul dan ngetop di era 90-an, Lenong Rumpi dan Lenong Bocah. Produk-produk yang nebeng kepopuleran lenong ini terbukti bisa diterima masyarakat, meski masa kejayaannya terbatas.

“Kalau sementara pihak menanyakan kenapa Lenong Rumpi tidak seperti lenong tradisional, ya karena Rumpi adalah lenong modern yang lebih berorientasi pada produk hiburan, istilah kerennya product show-biz,” bela Harry De Fretes, juragan Lenong Rumpi, saat grupnya mulai menduduki rating tinggi di RCTI, sekitar tahun 1991.

Maklum, saat itu ia diserang habis-habisan, karena dianggap “melecehkan” dunia perlenongan. “Apakah dengan berpikir bisnis, konvensi lenong kemudian ditinggalkan? Seperti musik pengiringnya yang harus gambang kromong, serta pemain masuk dari pintu kiri dan keluar dari pintu kanan. Perubahan boleh-boleh saja, tapi harus tetap berakar pada nilai-nilai tradisi,” kritik Firman Muntaco dalam sebuah seminar di kampus Universitas Indonesia, 1991.

Sampai kini, kontroversi masih berlanjut. Sayangnya, sang teater rakyat malah terus tenggelam. Frekwensi pemunculannya di televisi mulai jauh berkurang, sementara panggung hajatan mulai enggan mengundang, barangkali karena nama lenong sudah kelewat besar buat menghibur acara kawinan. “Pamornya memang sedang meredup,” terawang S.M Ardan.

Lenong Preman masih mendingan, karena terkadang masih ada jadwal mentas di Anjungan DKI TMII. Tapi Lenong Denes? Pertunjukannya makin langka, seiring berkurangnya minat para “penanggap”. Tak heran jika pemain lenong muda merasa asing dengan konsep Denes ini. Di sisi lain, pemain yang dulu menggerakkan Lenong Denes, satu persatu dimakan usia, tanpa sempat menyiapkan pengganti.

Ulang Tahun Jakarta, Juni 2001 ini mestinya jadi momen yang pas untuk kembali memikirkan kelanjutan hidup teater rakyat yang tengah redup. Mengulang langkah revitalisasi boleh-boleh saja. Tapi sebagai pelakon, M. Toha, Bokir atau Nasir, ternyata punya pikiran jauh lebih ke depan.

“Dari dulu, katenye DKI (pemda, Red) mo bikin gedong tempat seniman-seniman Betawi maen. Tapi sampe sekarang, cuma janji doang,” koor mereka senada. Padahal, seperti dibilang Ridwan Saidi, lenong adalah tontonan sarat muatan moral. Bahwa si jahat, sampai kapan dan sekuat apapun, harus takluk pada kebenaran. Namun, tetap disampaikan dengan canda, hingga tak membuat merah telinga.


sumber : 1. www.budaya-indonesia.org/iaci/Lenong
2. gambang.wordpress.com/2008/02/28/lenong-betawi/

Read More......

Kesenian Betawi: Samrah


Sebelumnya saya memposting soal Tanjidor, dan kali ini Betawi juga memiliki kesenian Samrah. Samrah, juga merupakan jenis kesenian Betawi yang lengkap. Artinya, dalam samrah tergabung beberapa jenis kesenian, yaitu musik, pantun, tari dan lakon. Istilah samrah mungkin berasal dari bahasa Arab, Samarokh yang berarti kumpul bersantai. Penamaan ini sesuai dengan kenyataan pada waktu lampau. Samrah dipertunjukkan pada saat-saat orang berkumpul setelah acara Maulid dan ´malam angkat´ dalam rangkaian upacara pernikahan menurut tradisi Betawi. Samrah sering ditampilkan tanpa menggunakan panggung.

Pertunjukan musik dan tari samrah lazim dilanjutkan dengan membawakan cerita. Kalau pertunjukan musik dan tari diselenggarakan tanpa panggung, teaternya pun dengan sendirinya diselenggarakan tanpa panggung, yakni hanya dengan pentas berbentuk arena sesuai dengan keadaan tempat. Cerita yang biasa dibawakan teater samrah sama dengan yang biasa dibawakan dengan dermuluk dengan cerita sahibulhikayat.

Konon, sebelum perang dunia kedua. tonil samrah hanya boleh dimainkan oleh kaum pria, baik penari maupun peran wanitanya. Sebab, masyarakat Betawi Tengahan termasuk kelompok penganut agama Islam yang taat, sehingga pemain wanita dianggap haram baginya.

Pada masa lalu, penyampaian tonis samrah ini terdiri dari beberapa bagian, seperti tarian dan nyanyian. Lawak dan lakon cerita yang dibawakan dalam bentuk pantun yang dinyanyikan.

Musik Samrah sebenarnya sudah ada dan berkembang sejak awal 1920 di daerah Tanahabang, Jakarta Pusat. Dalam pertunjukannya, sekitar 10 orang menggunakan beberapa alat musik suling, arkordion, biola, gendang, tamborin, serta bas betot. Namun dengan berjalannya waktu, alat musik keybord juga dipadukan. Ditambah penyanyi dan penari yang memgunakan kostum khas Betawi.

Kesenian ini bermula dari perpaduan aliran musik Arab, India, dan Melayu. Bisa dikatakan Samrah musik kaum ekonomi menengah sehingga peminatnya pun bisa dikatakan sedikit.

Read More......

Asal-Usul: Tanjidor


Berikutnya saya akan memposting mengenai kesenian musik Tanjidor. Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor terdiri dari alat musik tiup seperti piston (cornet a piston), trombon, tenor, klarinet, bas, dilengkapi dengan alat musik pukul membran yang biasa disebut tambur atau genderang.

Terus terang saya akui alunan musik Tanjidor itu sangat unik, oleh karena itu saya cukup menikmatinya bila musik ini dimainkan. Dan berikut ini asal-usul Tanjidor yang saya kutip dari Media Indonesia dengan sedikit pengeditan.

Menurut cerita, aliran musik Tanjidor dulu dibawakan para budak Belanda. Versi lain mengatakan bahwa tanjidor adalah perkawinan atau asimilasi budaya antara Betawi dan China peranakan

Simpang siur memang, oleh karena itu sejarah meluruskannya. Adalah Portugis yang sesungguhnya mengenal orkes serupa tanjidor. Tujuh abad lalu, bangsa tersebut singgah ke Batavia. Sebenarnya bukan tanjidor namanya. Tetapi tanger, yang dalam bahasa Portugis berarti bermain alat musik, sedangkan pemainnya punya nama tangedor. Ada lagi tangedores, sebuah istilah yang muncul untuk musisi dengan alat musik berbahan kuningan. Mereka sering muncul dalam pawai militer dan pawai agama di Portugal.



Sejarawan Belanda Dr F De Haan berpendapat kesenian tersebut memang dimulai dari orkes para budak. Seperti halnya musik blues di amerika yang dibawakan oleh para budak-budak kulit hitam. Bedanya di Betawi, orkes ini masih bersisa sampai sekarang. Entah dipakai sebagai musik pengantar pengantin. Kalau beruntung masih bertemu tanjidor bermain di sejumlah gang sempit Ibu Kota.


Yang pasti, orkes ini mudah dinikmati di suatu tempat yang akan dihadiri banyak masyarakat Betawi. Lazimnya sebuah orkestra. Ketika itu lagu berbau Belanda dan lagu gambang kromong banyak dipesan. Sebut saja judul-judul berikut, Jali-jali, Surilang, Cente Manis, Kicir-kicir, dan Sirih Kuning.

Kalau dirunut penyebarannya, tanjidor banyak berkembang di pinggiran Ibu Kota. Tempat di mana dulunya terdapat banyak perkebunan dan vila. Mulai dari Depok, Cibinong, Citeureup, Cilengsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi, dan Tengerang. Kesenian ini menjadi imitasi serupa dari polah etnik Betawi yang jenaka, sederhana, dan meriah.


Di tempat lain, seperti Kalimantan Selatan, tanjidor pernah ada, tetapi sekarang punah. Sebagian kecil bertahan sebagai kesenian di Kalimantan Barat.


Read More......

Permainan Anak Betawi Yang Semakin Terlupakan



Sekarang saya mencoba untuk sedikit bernostalgia tentang permainan-permainan anak betawi yang saat ini sangat sulit dijumpai. Mungkin bagi mereka yang berumur 15 tahun keatas dahulunya masih sering atau mungkin hampir setiap hari memainkan permainan-permainan ini. Beberapa diantaranya seperti yang saya kutip dari situs asli Bang Fauzi Bowo dan dari Blog Permata Nusantara.

1. Deng-Ndengan
Dimainkan oleh laki-laki atau perempuan, usia 11 tahun ke bawah. Tiga anak berpegangan tangan sambil direntangkan. Kemudian mereka berjalan berbarengan sambil bernyanyi:

Deng-ndengan, sirih tampi berduri-duri
Mandi kembang, kembang melati
Bok breoook… !
Ketika menyanyikan kata terakhir “bok breoook”, anak-anak itu berjongkok serempak. Dan begitu seterusnya berulang-ulang.

2. Wak-wak Gung
Dimainkan oleh anak perempuan dan laki-laki. Dua anak berdiri berpenggangan tangan membuat lorong. Anak-anak yang lain berjalan berputar membentuk barisan seperti ular, kemudian memasuki lorong satu persatu. Giliran anak yang terakhir, anak itu di kurung di dalam lorong. Dan begitu seterusnya, sambil mereka bernyanyi-nyanyi:

Wak-wak Gung, nasinye nasi jagung,
Lalapnye lalap utan,
Sarang gaok di pu’un jagung, gang-ging-gung!
Pit-alaipit, kuda lari kejepit… sipit!


Disambung dengan nyanyian lain:

Tamtam buku, seleret daon delime,
Pate lembing, pate paku, tarik belimbing, tangkep Satu
Kosong-kosong-kosong! Isi-isi-isi….!


3. Ciblak-ciblak Uang
Seorang anak membungkukkan Anak-anak lain menaruh tangannya yang dikepalkan di pungung anak tadi. Di dalam genggaman salah seorang anak ada sebuah batu kecil. Anak yang membungkukkan badan itulah yang harus menebak, anak mana yang memengang batu. Sambil bermain mereka bernyanyi:

Ciblak-ciblak uangnye manggulenteng,
Ambu tata, ambu titi, ketulung bung-bung,
Bok Eran, Bok Eran, si anu mau kawin,
Potong kerbo pendek, potong kerbo tinggi,
Gamelan jegar-jegur.
Ta-em-em, ta-em-em
Kereta-keritu, siape yang pegang batu?
Di depan pintu dipunggut mantu.


Kalau tebakannya tepat, maka anak yang memegang batu harus ganti membungkuk.

4. Ci-ci Puteri
Tangan terkepal, jempol diacungkan ke atas. Lalu tangan-tangan itu disusun saling tindih. Tangan yang di atas memegang jembol tangan yang di bawah, sambil bernyanyi:

Ci-ci puteri, tembako lime kati
Mak None, Mak None, si Siti mau kembang ape?
Siti menjawab: Mau kembang duren!
Pulang-pulang babenye keren!


Kalau Siti bilang kembang terompet, maka anak-anak yang lain akan berseru,”Pulang-pulang babenye ngepet!” Jadi harus ada persamaan bunyi pada suku kata terakhir.

5. Aneka Macam Main Petak
Main petak ada bermacam-macam. Permainan ini dulu sangat populer, yang penting lawan harus dikenai. Kena dalam arti ”terlihat” atau betul-betul tersentuh.Ada lima macam main petak, di antaranya:

1. Petak Torti
Ada nyanyiannya yang khas: Torti! Sambel godok ayam puti, cewek montok bau terasi
2. Petak Umpet
3. Petak inggo
Inggo artinya titik awal atau pos. Anak-anak yang dikejar akan terbebas dari kejaran kalau mereka sudah tiba di titik inggo.
4. Petak Jongkok
Anak-anak yang dikejar akan terbebas dari kejaran, kalau mereka segera berjongkok.

7. Bentengan

Nah ini dia salah satu permainan legendaris yang dulu menjadi primadona anak-anak. Siapa yang tidak tahu permainan 'Bentengan'. Bentengan, adalah permainan yang dimainkan oleh dua kelompok, masing - masing terdiri dari 4 sampai dengan 8 orang. Masing - masing grup memilih suatu tempat sebagai markas, biasanya sebuah tiang, pohon atau pilar sebagai 'benteng'.

Tujuan utama permainan ini adalah untuk menyerang dan mengambil alih 'benteng' lawan dengan menyentuh pohon, tiang atau pilar yang telah dipilih oleh lawan dan ketika menyentuh markasnya. meneriakkan kata benteng………...

Berarti telah memenangkan permainan, kemudian ermainan dapat di mulai lagi. Kemenangan juga bisa diraih dengan 'menawan' seluruh anggota lawan dengan menyentuh tubuh mereka. Untuk menentukan siapa yang berhak menjadi 'penawan' dan yang 'tertawan' ditentukan dari waktu terakhir saat si 'penawan' atau 'tertawan' menyentuh 'benteng' mereka masing - masing.



Orang yang paling dekat waktunya ketika menyentuh benteng berhak menjadi 'penawan' dan bisa mengejar dan menyentuh anggota lawan untuk menjadikannya tawanan. Tawanan biasanya ditempatkan di sekitar benteng musuh. Tawanan juga bisa dibebaskan bila rekannya dapat menyentuh dirinya. Kejar-kejaran antar pemainpun terjadi maka diperlukan tenaga ekstra.

Dalam permainan ini, biasanya masing - masing anggota mempunyai tugas seperti 'penyerang', 'mata - mata, 'pengganggu', dan penjaga 'benteng'. Permainan ini sangat membutuhkan kecepatan berlari dan juga kemampuan strategi yang handal.

Dan ada banyak lagi permainan lainnya semisal: Pletokan, tombok, gundu, ketok kadal, congklak, galah asin, jangkungan, sumpritan atau jumparing, jepretan, main karet, dampu, gangsing, landar-lundur, bekel, olelio, rage, serta beberapa lagi yang belum tercatat.

Read More......

Segarnya Bir Pletok, Gurihnya Gabus Pucung, dan Nikmatnya Selendang Mayang

Untuk menyambut hari jadi kota Jakarta yang ke-484, maka kedepannya saya mencoba untuk memposting segala hal tentang kebudayaan betawi yang rasanya sudah jarang ditemui di tanah lahirnya sendiri. Ide ini muncul saat saya melihat tayangan di sebuah stasiun televisi yang mengulas tentang beberapa kebudayaan betawi yang bisa dikatakan hampir dilupakan. So, saya buka tentang kuliner dulu ya, ada Bir Pletok, Gabus Pucung dan Selendang Mayang...cekidot...

Bir Pletok


Yap, namanya Bir Pletok, tapi jangan terkecoh dulu dari namanya yang memakai kata 'Bir'. Bir ini tidak seperti bir pada umumnya. No alcohol contained in it! Dan bahan dasarnya juga sangat berbeda dengan bir konvensional.

Asal muasal minuman ini konon sejak Belanda masih berdiam di Nusantara. Orang-orang Belanda kala itu gemar sekali mengkonsumsi bir, sama seperti orang-orang eropa lainnya. Dan karena masyarakat Betawi mayoritas memeluk agama Islam yang melarang penggunaan alkohol, di situlah kreativitas kuliner ala Betawi dimulai. Untuk menyaingi hangatnya bir dengan kandungan alkohol, masyarakat Betawi menciptakan bir yang dibuat dari rempah-rempah yaitu jahe, daun pandan, dan serai.

Dinamai Pletok karena sewaktu itu mengkonsumsi Bir Pletok terasa lebih segar jika menggunakan Es Batu dan ditaruh di gelas yang terbuat dari bambu, jadi jika dikocok atau digoyang akan mengeluarkan bunyi 'Pletak-Pletok'. Pembuat bir pletok cuma ada beberapa di Jakarta. Dan mereka berusaha membudidayakan minuman ini agar orang-orang tidak melupakan minuman yang segar berkhasiat ini.

Gabus Pucung


Bagi orang awam mungkin makanan ini sangat asing di telinga, karena memang Gabus Pucung sendiri sudah sulit untuk ditemui saat ini. Mendengar namanya dan bentuknya mungkin akan terlihat aneh, padahal dulunya masakan ini menjadi salah satu dalam tradisi masyarakat Betawi yang bernama Nyorog, yakni tradisi menghantarkan makanan oelh anak kepada orangtua atau menantu terhadap mertua pada saat bulan puasa dan lebaran.

Gaubus Pucung menggunakan ikan gabus sebagai bahan dasarnya. Lalu, ikan gabus dimasukan ke dalam air yang telah diberi bumbu seperti cabai, bawang merah, serai, jahe dan juga pucung(kluwek). Hasilnya jangan diragukan lagi, paduan rasa gurih, asin, segar siap memanjakan lidah anda.

Jika dilihat sekilas, masakan ini bisa dibilang tidak begitu mengundang selera makan. Pasalnya, pucung yang dicampur ke dalam hidangan ini memberi warna butek kehitaman, sehingga tidak menarik untuk dilihat. Tetapi sekali lagi jangan pernah tertipu dengan tampilannya, pasalnya jika anda sudah mencicipi masakan ini, pasti anda akan ketagihan untuk mencobanya lagi.

Selendang Mayang


Kue Selendang Mayang memang bagi yang awam merasa aneh dengan namanya tapi tidak seaneh rasanya jika kita mencicipi makanan ini sangat menyegarkan bila dicampur dengan es batu saat memakannya.

Kue selendang mayang ini terbuat dari bahan adonan kue, dan disajikan seperti kue Pepe yang berwarna-warni meyerupai selendang. Makanan yang telah terpotong-potong kemudian dicampur dengan kucuran sirop, gula jawa, santan dan ditambah dengan es batu.

Read More......

Selasa, 21 Juni 2011

4 GANGSTER CENGKERAM SENEN


Kota Jakarta memang tak pernah berhenti beraktivitas, menjadikannya salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di dunia, Jakarta juga menyimpan banyak problematika yang mencengkram. Diantara banyaknya problematika itu terselip tindak kejahatan para preman/gangster. Salah satunya ialah mengenai rawannya kejahatan di kawasan Senen, dan berikut ini seperti yang dikutip dari PosKotaNews :

Kawasan Senen, Jakarta Pusat, nyaris tak pernah tidur. Seiring dengan padatnya aktivitas serta roda perekonomian yang terus menggelinding, premanisme di kawasan ini juga tumbuh subur bahkan telah mengakar. Sejak zaman Bung Karno hingga era Susilo Bambang Yudhoyono, berandalan Senen masih bercokol menguasai wilayah itu. Sepak terjang para preman, tak terlepas lahan basah yang bisa jadi sumber uang. Maklum saja, daerah ini menjadi tempat pertemuan banyak manusia dengan aktivitas perekonomian karena keberadaan terminal, stasiun, pasar tradisional, jajaran kaki-5 hingga mal.

Senen juga menjadi ladang subur bagi kawanan bandit.Termasuk preman yang meminta paksa sejumlah uang dengan dalih sebagai dana keamanan. Dulu, di era tahun 1950, Senen dikuasai oleh tokoh bernama Iman Safei alias Bang Pii yang sempat dijuluki Menteri Copet. Ia sangat disegani, tak hanya oleh para preman, tapi juga oleh aparat.

Kini jauh setelah era keemasan Bang Pii dengan kelompok Cobra yang dipimpinnya berlalu, Senen masih diceng-keram preman. Jangankan warga biasa, polisi pun dilawan oleh mereka. Aksi sok jago mereka membuat dua polisi terluka dan satu mobil patroli rusak pada Minggu (30/1).

EMPAT GANGSTER

Berdasarkan catatan kepolisian, empat gangster yang menguasai Senen. Mereka membentuk kelompok berdasarkan suku. Tak sulit melihat aksi mereka. Tempat sasaran, terutama pedagang atau angkutan umum, didatangi baik sendiri atau berkelompok lalu memalak. Daerah kekuasaaan satu gangster tak sama dengan komplotan lainnya. Cara ini membuat mereka tak saling bersinggungan.

Banyak yang bisa dijadikan lahan bagi para preman itu. Selain di Stasiun Pasar Senen danTerminal Senen, kawasan sekitar simpang lima itu yang memiliki shelter Bus Transjakarta menjadi tempat mangkal para berandal. Tempat lainnya, dua pasar tradi-sional yakni Pasar Poncol, dan Pasar Proyek Senen.

Sejumlah pertokoan di antaranya Senen Jaya serta Mal Atrium juga kerap menjadi incaran.Tak lupa juga, jajaran pedagang Kaki-5 yang membentang sepanjang jalan menuju terminal, hingga pelataran pasar tradisional yang dikenal sebagai Pasar Kue Subuh, adalah lahan subur aksi para preman.

TAK TAKUT APARAT

Dalam pandangan Sosiolog dari Universitas Indonesia, II.mn. in.in Samuel, pemukulan preman terhadap polisi adalah upaya pelaku agar terhindar dari hukuman setelah memeras orang. Mengenai kawasan Senen yang menjadi lahan subur aksi premanisme meski berdekatan dengan kantor penegak hukum, Samuel menilai adanya kantor polisi itu tak membuat preman khawatir.

"Ada kemungkinan preman itu melakukan kerjasama tertutup denga para oknum petugas," katanya. Kerjasama tertutup aliaspara preman dipelihara membuat mereka tak pernah takut beraksi. Padahal di kawasan Senen ada tiga kantor pemerintah yang masing-masing memiliki petugas keamanan, yakni Kantor Polsek Senen, Koramil serta Kecamatan. "Ini membuat mereka aman karena sebagian uang yang didapat disetor juga."

Secara terpisah, kriminolog dari Universitas Bina Nusantara, Reza Indragiri, mengatakan aksi preman terjadi lantaran tidak adanya lagi rasa percaya masyarakat terhadap polisi. "Ini terjadi karena kharisma atau citra polisi di mata masyarakat sudah buruk dan tidak dapat dipercaya lagi. Akibatnya, penjahat pun tak takut lagi," ujarnya. Sependapat dengan Samuel, ia menilai banyak petugas, apapun seragamnya, bermental lemah yang kerap meminta uang jago pada pedagang atau pengemudi. "Masyarakat merasa sudah membeli petugas," katanya.

KISAH MENTERI COPET

Kawasan Senen hidup sejak 1733 saat Justinus Vinck mendirikan pasar di kawasan itu. Selanjutnya, sejarah menggoreskan daerah itu lekat dengan dunia preman. Salah satunya, kelompok bernama Cobra yang didirikan Iman Syafei alias Bang Pii. Pria kelahiran Kebayoran Baru pada 1923 ini sejak kecil hidup di kawasan itu.

Di usia 15 tahun, Pii remaja sudah bisa mengkoordinir ribuan preman Senen. Kepada pedagang, kuli, tukang becak dan lainnya, ia meminta iuran agar preman di daerah itu tak membuat ribut karena bisa mengganggu kegiatan bisnis mereka. Pada 1959, Cobra bubar atas permintaan Komando Militer Jakarta karena persaingan dengan kelompok lain.

Bang Pir lalu terjun ke dunia politik. Penguasa Senen ini akhirnya diangkat menjadi Menteri Urusan Keamanan dalam Kabinet Dwikora 100 menteri. Ia bertugas mengurusi masalah keamanan Jakarta. Itulah sebabnya ia dijuluki Menteri Copet dan ia satu-satunya menteri yang buta huruf. Jabatan itu diembannya pada 24 Februari hingga 28 Maret 1966. Seiring dengan runtuhnya pemerintahan Bung Karno, Bang Pii yang dituduh terlibat PKI ditahan di Penjara Nurbaya

Read More......

Menjadi Seorang Backpacker? Mudah Kok...


Siapa sih yang tidak suka pergi Traveling? pergi berlibur menyegarkan pikiran dengan melihat pesona keindahan alam yang berupa gunung dengan hutan hijau yang permai, pasir putih di lepas pantai, melihat arsitektur kota yang unik, meresapi beberapa nilai kebudayaan, dan lainnya. Untuk pergi traveling ada beberapa macam caranya, salah satunya ialah Bacpacking atau biasa disebut Backpacker bagi orang yang melakukannya. Lalu, apa sih itu Backpacker?dan bagaimana caranya untuk menjadi seorang Backpacker?

Secara harfiah backpacker adalah derivat kata backpack. Akar katanya back dan pack. Back, yang di-Indonesia-kan ‘belakang’, berasal dari kata Inggris kuno baec. Consice Oxford Dictionary menyebut baec datang dari bahasa Jerman. Pack juga pinjaman bahasa Jerman; kata bendanya pak, kata kerjanya pakken. Penutur bahasa Jawa punya kata ‘pak’ (mis: sepuluh pak [sepuluh bungkus] ‘Jarum Filter’) dan bahasa Indonesia memiliki kata ‘paket’ (dari package) yang kira-kira semakna.

Namun garis besarnya itu backpacker adalah melakukan perjalanan jauh dari satu kota ke kota lain bisa dinegara sendiri atau ke kota di negara lain dengan biaya yang ditekan se-irit mungkin. Backpacking juga biasa dilakukan dengan single backpacking, atau melakukan perjalan seorang diri maupun dengan Team backpacking, atau melakukan perjalanan bersama-sama dengan kerabat.

Seorang backpacker sejati selalu siap menghadapi berbagai kemungkinan. Biasanya tidak peduli ketika harus menaiki kendaraan umum yang penuk sesak dan tidak nyaman. Tidak masalah ketika harus tidur disembarang tempat, seperti di pos gardu, mushola hingga emperan. Barang yang dibawapun tidak banyak, isi tas nya umumnya barang-barang seperlunya dan tidak membawa peralatan yang tidak penting.

Lalu bagaimana caranya berpergian dengan menjadi seorang backpacker?

Menjadi seorang backpacker pemula tidak harus melewati tes masuk dengan syarat tinggi badan yang menjulang, umur minimal, pernah melakukan kejahatan atau tidak, atau mempunyai iman yang kuat,hehe. Nah, beberapa tips dibawah ini yang biasa saya lakukan yang mungkin bisa anda coba sendiri ialah :

1. Kumpulkan segenap mental yang kuat anda untuk siap berpergian keluar rumah
2. Coba cari beberapa destinasi yang sekiranya anda tertarik untuk mengunjunginya, tidak harus tempat wisata yang sering dikunjungi khalayak, semakin orang banyak yang belum mengetahui tempat wisata itu semakin menarik juga untuk dikunjungi.
3. Bagi pemula disarankan untuk menuju tempat-tempat yang dekat atau mudah untuk diakses.
4. Cari tau di beberapa media khususnya internet mengenai informasi tempat yang ingin anda tuju, misalnya seperti transportasinya, penginapan, tempat kuliner, tempat belanja, dan beberapa venue menarik lainnya.
5. Buatlah sebuah planing dengan jelas perjalanan anda, sehingga tidak perlu lagi berpikir keras jika sudah di tujuan, hanya buang energi, waktu dan biaya
5. Siapkan uang saku yang secukupnya, tidak kurang dan ada baiknya untuk lebih, bukan berarti berlebihan. Utamakanlah membawa uang dalam bentuk ATM agar lebih efisien, atau bila keluar negrei, bawa Travel Check dalam bentuk dolar, supaya lebih aman dari pada uang tunai. Yang pasti rencanakanlah dahulu jauh-jauh hari jika ingin berpergian agar bisa menabung
6. Bawa barang secukupnya. Menjadi backpacker biasanya membawa sebuah tas ransel yang digendong di belakang, ada yang berbagai ukuran. Namun itu semua tergantung kebutuhan anda, jangan sekali-kali membawa barang-barang yang sama sekali tidak dibutuhkan dalam perjalanan, tentunya itu akan merepotkan atau menyusahkan anda nantinya. Standarnya bawa saja HP, pakaian secukupnya, alat mandi, obat-obatan bila perlu, peta atau GPS jika diperlukan, beberapa gadget pendukung bagi anda penikmat gadget, kamera bisa dalam bentuk DSLR maupun Pocket, sleeping bag, dan lainnya yang sekiranya anda perlukan



7. Gunakan moda transportasi umum yang murah namun membuat anda nyaman. Tekan biaya anda seirit mungkin tetapi juga tidak sepelit mungkin, biasanya sering ada istilah "ah..perjalanan gw cuma abis diongkos doang", putar selalu otak anda untuk menentukan bagaimana enaknya agar uang yang anda bawa tidak keluar secara besar hanya untuk di transportasi, karena itulah seninya menjadi backpacker yang selalu berencana mengenai pengeluaran,heheu
8. Jika ingin berpergian keluar negeri jangan lupa mengecek dokumen-dokumen perjalanan anda dan ada baiknya mengutamakan keahlian berbahasa asing. Selain bahasa inggris, ada baiknya anda mempelajari bahasa lokal negara tersebut, karena tidak semua manusia bisa berbahasa inggris, misalnya jika anda ke Iran, maka belajarlah sedikit bahasa Persia, tidak harus mahir tetapi yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari. Atau jika anda ingin mengunjungi daerah terpencil di Indonesia, jika tidak ingin repot, pergunakanlah jasa guide
9. Bila sudah sampai ditempat tujuan, carilah penginapan dengan banderol murah permalamnya, kalau anda seseorang yang cukup liar, tantanglah diri anda untuk menginap di stasiun, terminal, ataupun dipinggir jalan, karena tidak sedikit backpacker yang melakukan cara itu
10.Asahlah feeling anda untuk dapat beradaptasi dengan tempat yang anda kunjungi. Cobalah menjadi manusia yang fleksibel dengan mematuhi norma-norma yang berlaku di tempat yang anda singgahi dan belajar untuk survive pastinya. Meskipun backpacker itu terlihat cukup cuek, tapi semua ada kode etik dan batasan-batasannya
11.Selain bertujuan fun, cobalah anda mementingkan mengenal karakteristik tempat yang anda kunjungi, mengenai keadaan masyarakatnya, produk-produk budaya, dan lainnya. Itu menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam sebuah perjalanan
12.Nah ini dia yang sering terjebak bagi para backpacker pemula, jika anda ingin membeli souvenir atau oleh-oleh yang anda nilai unik, banyak yang terjebak pada masalah harga. Cobalah anda berkenalan dengan penduduk lokal dan jangan ragu untuk meminta saran bila ingin berbelanja, agar anda tidak tertipu para pedagang yang kadang ingin mengambil untung sebanyak-banyaknya. Jika anda berpergian keluar negeri, pelajari tentang bahasa nominal angka agar anda tahu berapa harga yang ditawarkan para pedagang
13.Sertakan mental anda untuk sanggup menerima apapun cobaan di perjalanan dan yang paling penting juga mendapat berbagai ilmu baru
14.Berkenalanlah dengan penduduk sekitar, jadikanlah setiap orang guru dan setiap tempat itu sekolah,hehe
15.Pergunakan uang anda dengan bijak, jangan teledor apalagi sengaja menghambur-hamburkan, ingat seni seorang backpacker itu selalu merancang dengan matang setiap pengeluaran



16.Dokumentasikan segala tempat-tempat yang menarik. Jika anda penulis maka jangan bimbang untuk menggoreskan pena di secarik kertas untuk mendeskripsikan tempat yang anda tuju, jika anda hobi fotografi selalu siap dengan kamera anda dan abadikan momen dengan insting fotografi anda, jika anda musisi kenanglah tempat yang anda kunjungi menjadi sebuah uraian nada yang indah, dan lainnya
17.Jangan pernah lupa untuk selalu mengcharge penuh batere gadget yang anda bawa
18.Jangan pernah membuang sampah sembarangan atau merusak fasilitas umum, muliakanlah alam sebagaimana alam memberimu sebuah kehidupan
19.Jika anda sudah pulang, jangan ragu memberikan teman-temanmu sebuah cerita,(oleh-oleh kalau bisa,hehe), karena setiap perjalanan yang bisa diambil oleh orang lain ialah ceritanya, dan jangan lupa untuk mempromosikan ke teman-teman anda mengenai keindahan Indonesia, terlebih kepada teman anda yang berbeda negara, tentunya agar mereka tertarik untuk berkunjung ke Indonesia yang indah ini.

Begitulah beberapa tips yang bisa anda lakukan untuk menjadi seorang backpacker pemula. Sebenarnya masih banyak beberapa tips jika anda yang gemar tantangan, seperti bagaimana bila mengunjungi suatu tempat yang sedang terjadi konflik, merambah pedalaman hutan atau teritorial yang sedang mengalami tensi politik yang memanas, namun penulis belum pernah mengunjungi tempat-tempat seperti itu jadi belum bisa sok tau untuk berbagi tips kepada anda, salah-salah takut anda sendiri yang malah menjadi korban :DD. Beberapa tips diatas memang bisa dibilang cukup standar, namun penulis hanya berniat untuk mendeskripsikan saja dan bebagi ilmu dengan pembaca. Karena setiap personal mempunyai aturan mainnya sendiri-sendiri, tapi yang terpenting ialah maksimalkan kenyamanan anda dalam perjalanan dan jangan pernah takut mencoba hal-hal yang baru, beranilah mencoba :)

Read More......