Perjalanan kembali ke tempat kerja setelah berlebaran di kampung bisa tetap menyenangkan jika kita tahu tempat-tempat menarik untuk beristirahat, salah satunya di Piket Nol, Jawa Timur. Hawa sejuk perbukitan berhutan pinus di kaki Gunung Semeru ini sangat nyaman, cocok untuk melepas penat. Sempatkan mengobrol dengan para pedagang makanan di tempat itu untuk mengulik kisah-kisah folklor yang menarik.
Piket Nol berada di jalan lintas selatan Jawa Timur antara Malang dan Lumajang, sekitar 30 kilometer sebelah barat Lumajang. Titik peristirahatan ini berada di tengah jalur jalan beraspal mulus berkelok-kelok, membelit perbukitan di kaki gunung tertinggi di Pulau Jawa.
Jika berangkat dari arah Lumajang, jalan menanjak dimulai selepas Desa Pasirian, sekitar 45 menit dari pusat kota. Sekitar 15 menit menanjak, kita akan bertemu warung Sudi Mampir dengan tempat parkir yang luas.
Tempat makan milik pasangan suami-istri Bahri (49) dan Yati (39) ini memiliki pemandangan ke alur Kali Kobo’an, salah satu jalan lahar Gunung Semeru menuju Samudra Hindia.
Alur sungai yang lebar dan dalam ini dilintasi Jembatan Besuk Kobo’an, yang lebih dikenal dengan nama Jembatan Gladak Perak oleh warga sekitar. Ada dua jembatan di sana, satu buatan Belanda yang sudah tidak digunakan lagi dan satu jembatan beton sepanjang 130 meter yang dibangun Pemerintah Indonesia pada tahun 2001.
Menurut mitos yang dipercaya masyarakat setempat, fondasi jembatan lama dibangun dengan tumbal gelang perak milik seorang penari ledek cantik sebagai penolak bala. Dari situlah muncul sebutan Gladak Perak atau Jembatan Perak.
Dari arah Lumajang, di sisi kiri jalan terhampar pemandangan lembah sungai hingga laut selatan. Di sepanjang perjalanan, ada 15 pondok bambu yang menjajakan makanan dan minuman.
Di sebuah puncak bukit, titik tertinggi di jalur jalan ini, terdapat tempat yang dinamakan Piket Nol. Di sana ada sejumlah pondok bambu untuk beristirahat.
Menurut masyarakat sekitar, tempat itu dinamakan Piket Nol karena pada zaman penjajahan Belanda, ada pos pemeriksaan kendaraan pengangkut hasil bumi dan hutan di tempat itu.
Muatan kendaraan diperiksa dan ditarik retribusi. Namun, setiap kali ada pemeriksaan oleh pejabat Pemerintah Belanda, petugas piket jaga di pos itu tidak pernah ada. Maka, muncul sebutan Piket Nol.
Dari hutan wisata di atas bukit ini, tersaji pemandangan bentang alam kawasan pantai di selatan dan puncak Semeru yang gagah di utara.
Setelah cukup beristirahat, perjalanan bisa dilanjutkan menuruni perbukitan. Dibutuhkan waktu tiga jam untuk mencapai Malang dan sekitar dua jam menuju Lumajang.
Sebaiknya berhati-hati melewati jalur ini karena banyak kelokan tajam. Stasiun pengisian bahan bakar hanya bisa ditemukan di Lumajang dan Pronojiwo, sekitar 9,5 kilometer arah barat Piket Nol.
sumber ; liburan.info
Postingan Populer
-
Dari berbagai sumber Senin, 10 September 1984. Seorang oknum ABRI, Sersan Satu Hermanu, mendatangi mushala As-Sa'adah untuk menyita p...
-
Pers merupakan salah satu garda demokrasi. Tingkat demokratisasi suatu bangsa dapat diukur dari kebebasan pers yang dianut sistem sosial k...
-
Masih dalam suasana dirgahayu kota Jakarta yang ke-484, saya ingin memposting mengenai kesenian Lenong Betawi. Kesenian ini mampu bertahan ...
-
Ini adalah daftar video musik yang disensor baik oleh MTV, MTV2, VH1, CMT, BET, Q TV, Juice TV, Fuse, The Box, C4 atau MuchMusic . Termasu...
-
Solo yang dikenal sebagai salah satu kota budaya dan juga sebagai salah satu kota yang sejak dulu menjadi barometer scene underground tanah...
Kamis, 25 November 2010
Kesejukan di kaki Gunung Semeru
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar