Chairman ProFauna Indonesia Rosek Nursahid menyatakan bahwa perdagangan primata hasil tangkapan dari alam merupakan penyebab terancam punahnya kera dan monyet. Penjelasan itu diutarakan dalam aksi yang mengimbau masyarakat untuk stop membeli primata di Jalan Veteran, Malang, Jawa Timur pada Senin (6/6).
Menurut Rosek, setiap tahun ada ribuan primata dari berbagai jenis yang ditangkap dari alam untuk diperdagangkan sebagai satwa peliharaan atau juga dimakan dagingnya. "Daging primata dipercaya sebagai obat penyakit seperti asma, padahal sama sekali tidak ada bukti ilmiahnya," kata Rosek.
Kebanyakan primata yang diperdagangkan sebagai hewan peliharaan masih bayi atau anak-anak karena masih lucu. "Sering kali ketika beranjak dewasa, primata yang dipelihara oleh masyarakat itu kemudian ditelantarkan atau bahkan ada yang dibunuh," katanya.
Harga primata bervariasi. Semakin langka, harganya semakin mahal. Misalnya, seekor lutung jawa dijual seharga Rp200.000, kukang Rp200.000 hingga Rp300.000, owa Rp1 juta, dan orangutan di atas Rp2 juta.
Primata sudah dilindungi UU. Artinya primata tidak boleh diperdagangkan atau dipelihara sebagai satwa peliharaan. "Dalam UU Nomor 5 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem Tahun 1990, perdagangan primata itu bisa dikenai hukuman pidana 5 tahun penjara, dengan denda Rp 100 juta," tegasnya.
Dalam badan yang diterbikan Conservation International, ada 25 jenis primata yang paling terancam di seluruh dunia. Empat di antaranya berasal dari Indonesia, yakni orangutan sumatra (Pongo abelii), tarsius siau (Tarsius tumpara), kukang jawa (Nycticebus javanicus), dan simakuba (Simias concolor). (K16-11)
Sumber: Kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar