Berikutnya saya akan memposting mengenai kesenian musik Tanjidor. Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor terdiri dari alat musik tiup seperti piston (cornet a piston), trombon, tenor, klarinet, bas, dilengkapi dengan alat musik pukul membran yang biasa disebut tambur atau genderang.
Terus terang saya akui alunan musik Tanjidor itu sangat unik, oleh karena itu saya cukup menikmatinya bila musik ini dimainkan. Dan berikut ini asal-usul Tanjidor yang saya kutip dari Media Indonesia dengan sedikit pengeditan.
Menurut cerita, aliran musik Tanjidor dulu dibawakan para budak Belanda. Versi lain mengatakan bahwa tanjidor adalah perkawinan atau asimilasi budaya antara Betawi dan China peranakan
Simpang siur memang, oleh karena itu sejarah meluruskannya. Adalah Portugis yang sesungguhnya mengenal orkes serupa tanjidor. Tujuh abad lalu, bangsa tersebut singgah ke Batavia. Sebenarnya bukan tanjidor namanya. Tetapi tanger, yang dalam bahasa Portugis berarti bermain alat musik, sedangkan pemainnya punya nama tangedor. Ada lagi tangedores, sebuah istilah yang muncul untuk musisi dengan alat musik berbahan kuningan. Mereka sering muncul dalam pawai militer dan pawai agama di Portugal.
Sejarawan Belanda Dr F De Haan berpendapat kesenian tersebut memang dimulai dari orkes para budak. Seperti halnya musik blues di amerika yang dibawakan oleh para budak-budak kulit hitam. Bedanya di Betawi, orkes ini masih bersisa sampai sekarang. Entah dipakai sebagai musik pengantar pengantin. Kalau beruntung masih bertemu tanjidor bermain di sejumlah gang sempit Ibu Kota.
Yang pasti, orkes ini mudah dinikmati di suatu tempat yang akan dihadiri banyak masyarakat Betawi. Lazimnya sebuah orkestra. Ketika itu lagu berbau Belanda dan lagu gambang kromong banyak dipesan. Sebut saja judul-judul berikut, Jali-jali, Surilang, Cente Manis, Kicir-kicir, dan Sirih Kuning.
Kalau dirunut penyebarannya, tanjidor banyak berkembang di pinggiran Ibu Kota. Tempat di mana dulunya terdapat banyak perkebunan dan vila. Mulai dari Depok, Cibinong, Citeureup, Cilengsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi, dan Tengerang. Kesenian ini menjadi imitasi serupa dari polah etnik Betawi yang jenaka, sederhana, dan meriah.
Di tempat lain, seperti Kalimantan Selatan, tanjidor pernah ada, tetapi sekarang punah. Sebagian kecil bertahan sebagai kesenian di Kalimantan Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar