Kota Jakarta memang tak pernah berhenti beraktivitas, menjadikannya salah satu kota dengan pertumbuhan terpesat di dunia, Jakarta juga menyimpan banyak problematika yang mencengkram. Diantara banyaknya problematika itu terselip tindak kejahatan para preman/gangster. Salah satunya ialah mengenai rawannya kejahatan di kawasan Senen, dan berikut ini seperti yang dikutip dari PosKotaNews :
Kawasan Senen, Jakarta Pusat, nyaris tak pernah tidur. Seiring dengan padatnya aktivitas serta roda perekonomian yang terus menggelinding, premanisme di kawasan ini juga tumbuh subur bahkan telah mengakar. Sejak zaman Bung Karno hingga era Susilo Bambang Yudhoyono, berandalan Senen masih bercokol menguasai wilayah itu. Sepak terjang para preman, tak terlepas lahan basah yang bisa jadi sumber uang. Maklum saja, daerah ini menjadi tempat pertemuan banyak manusia dengan aktivitas perekonomian karena keberadaan terminal, stasiun, pasar tradisional, jajaran kaki-5 hingga mal.
Senen juga menjadi ladang subur bagi kawanan bandit.Termasuk preman yang meminta paksa sejumlah uang dengan dalih sebagai dana keamanan. Dulu, di era tahun 1950, Senen dikuasai oleh tokoh bernama Iman Safei alias Bang Pii yang sempat dijuluki Menteri Copet. Ia sangat disegani, tak hanya oleh para preman, tapi juga oleh aparat.
Kini jauh setelah era keemasan Bang Pii dengan kelompok Cobra yang dipimpinnya berlalu, Senen masih diceng-keram preman. Jangankan warga biasa, polisi pun dilawan oleh mereka. Aksi sok jago mereka membuat dua polisi terluka dan satu mobil patroli rusak pada Minggu (30/1).
EMPAT GANGSTER
Berdasarkan catatan kepolisian, empat gangster yang menguasai Senen. Mereka membentuk kelompok berdasarkan suku. Tak sulit melihat aksi mereka. Tempat sasaran, terutama pedagang atau angkutan umum, didatangi baik sendiri atau berkelompok lalu memalak. Daerah kekuasaaan satu gangster tak sama dengan komplotan lainnya. Cara ini membuat mereka tak saling bersinggungan.
Banyak yang bisa dijadikan lahan bagi para preman itu. Selain di Stasiun Pasar Senen danTerminal Senen, kawasan sekitar simpang lima itu yang memiliki shelter Bus Transjakarta menjadi tempat mangkal para berandal. Tempat lainnya, dua pasar tradi-sional yakni Pasar Poncol, dan Pasar Proyek Senen.
Sejumlah pertokoan di antaranya Senen Jaya serta Mal Atrium juga kerap menjadi incaran.Tak lupa juga, jajaran pedagang Kaki-5 yang membentang sepanjang jalan menuju terminal, hingga pelataran pasar tradisional yang dikenal sebagai Pasar Kue Subuh, adalah lahan subur aksi para preman.
TAK TAKUT APARAT
Dalam pandangan Sosiolog dari Universitas Indonesia, II.mn. in.in Samuel, pemukulan preman terhadap polisi adalah upaya pelaku agar terhindar dari hukuman setelah memeras orang. Mengenai kawasan Senen yang menjadi lahan subur aksi premanisme meski berdekatan dengan kantor penegak hukum, Samuel menilai adanya kantor polisi itu tak membuat preman khawatir.
"Ada kemungkinan preman itu melakukan kerjasama tertutup denga para oknum petugas," katanya. Kerjasama tertutup aliaspara preman dipelihara membuat mereka tak pernah takut beraksi. Padahal di kawasan Senen ada tiga kantor pemerintah yang masing-masing memiliki petugas keamanan, yakni Kantor Polsek Senen, Koramil serta Kecamatan. "Ini membuat mereka aman karena sebagian uang yang didapat disetor juga."
Secara terpisah, kriminolog dari Universitas Bina Nusantara, Reza Indragiri, mengatakan aksi preman terjadi lantaran tidak adanya lagi rasa percaya masyarakat terhadap polisi. "Ini terjadi karena kharisma atau citra polisi di mata masyarakat sudah buruk dan tidak dapat dipercaya lagi. Akibatnya, penjahat pun tak takut lagi," ujarnya. Sependapat dengan Samuel, ia menilai banyak petugas, apapun seragamnya, bermental lemah yang kerap meminta uang jago pada pedagang atau pengemudi. "Masyarakat merasa sudah membeli petugas," katanya.
KISAH MENTERI COPET
Kawasan Senen hidup sejak 1733 saat Justinus Vinck mendirikan pasar di kawasan itu. Selanjutnya, sejarah menggoreskan daerah itu lekat dengan dunia preman. Salah satunya, kelompok bernama Cobra yang didirikan Iman Syafei alias Bang Pii. Pria kelahiran Kebayoran Baru pada 1923 ini sejak kecil hidup di kawasan itu.
Di usia 15 tahun, Pii remaja sudah bisa mengkoordinir ribuan preman Senen. Kepada pedagang, kuli, tukang becak dan lainnya, ia meminta iuran agar preman di daerah itu tak membuat ribut karena bisa mengganggu kegiatan bisnis mereka. Pada 1959, Cobra bubar atas permintaan Komando Militer Jakarta karena persaingan dengan kelompok lain.
Bang Pir lalu terjun ke dunia politik. Penguasa Senen ini akhirnya diangkat menjadi Menteri Urusan Keamanan dalam Kabinet Dwikora 100 menteri. Ia bertugas mengurusi masalah keamanan Jakarta. Itulah sebabnya ia dijuluki Menteri Copet dan ia satu-satunya menteri yang buta huruf. Jabatan itu diembannya pada 24 Februari hingga 28 Maret 1966. Seiring dengan runtuhnya pemerintahan Bung Karno, Bang Pii yang dituduh terlibat PKI ditahan di Penjara Nurbaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar