Sebuah genremusik dalam ranah kesenian kontemporer, sering memunculkan rasa tidak puas terhadap konvensi atau nilai yang sudah dianggap mapan oleh masyarakat kolektifnya, apabila hal ini kita kaitkan dengan sebuah genre musik anak muda indonesia hari ini, salah satunya genre musik metal, mungkin akan menjadi hal yang menarik untuk disimak, didiskusikan atau bahkan didekonstruksi.
Musik metal sebagai subkultur yang rata-rata digandrungi oleh anak muda, tentu saja memiliki dialektikanya sendiri untuk hidup, tumbuh dan berpengaruh pada terbentuknya karakter, mentalitas, dan attitude sehingga melahirkan bentuk-bentuk ekspresi-kreatif yang semakin open mind, dan untuk itu memerlukan semacam “pembelotan” untuk mendobrak konvensi, menerobos ruang kedap untuk mendapat ruang hidup, untuk kemudian menyorongkan sebuah value baru kepada publik, tak ayal menimbulkan interpretasi yang beragam / multi interpretable.
Merunut sejarah perkembangan musik cadas di tanah air, pada dekade70-an misalnya, ada sederet nama macam GODBLESS (Jkt), SAS (Sby), SUPERKID (Bdg). Band-band ini telah menunjukan eksistensinya serta teridentifikasi sebagai band-band yang memainkan musik “keras, liar,dan ekstrem” untuk ukuran zamannya, kemudian kita melongok jauh pada dekade 98-an, mencuat nama GRAUSIG, TENGKORAK, TRAUMA(jkt), JASAD, FORGOTTEN (bdg), BURGERKILL (bdg), HELL GODS (bdg), DEATH VOMIT (jogja), FEAR INSIDE, SLOW DEATH (sby), yang juga berhasil meneriakan suara zamannya, apa yang terpapar diatas hanyalah “ Random Sampling” untuk menarik benang merah, bahwa percaya ataupun tidak, dalam belantika musik cadas (metal) juga terdapat semacam trend, gerakan sporadis yang secara tidak langsung merepresentasikan semangat zamannya masing-masing ? dari masing-masing itulah, kemudian membangun sendiri konvensinya, aturan mainnya, hingga kompleksitas dari estetika yang coba di usung.
Persoalannya kemudian, bagaimana dengan musik metal hari ini?. Apabila kita memposisikan diri sebagai umat metal yang telah “di baptis” menjadi subjek dalam menggelindingkan dinamika musik metal, sudah puskah kita?, pertanyaan yang sudah lapuk sebenarnya, tetapi sangat penting untuk diseriusi atau lebih tepatnya digagas kembali, dan kali ini kita hanya akan membincang aspek musikalitas pada genre musik metal secara general, simak contoh komparasi dua era diatas, logika kita secara awam (Common Sense) akan berkata : hal itu wajar, itu evolusi, perkembangan yang lumrah sesuai dengan “tuntutan zaman” dimana musik itu hidup dan berpengaruh, selanjutnya mari kita bandingkan antara metal hari ini dengan era 98 an terlepas dari konsistensi atas genre yang di usung, apabila masih sama, tanpa perubahan yang signifikan, boleh dibilang kita masih stagnan, pergerakan daya cipta kreatif masih terkungkung dalam sebuah frame pemikiran konservatif, apalagi jika kita hanya merepetisi “ide” yang sudah ada sebelumnya, sebenarnya sah-sah saja, mengingat kita tidak mungkin terlepas sepenuhnya dari konsep Hipogram, dimana karya yang terdahulu pasti menginfluence karya-karya yang lahir selanjutnya.
Lebih mudahnya kita ambil contoh : kita sangat memuja, menggilai SUFFOCATION, misalnya, kemudian dalam bermusik, kita menciptakan bentuk/komposisi yang nyaris sama dengan SUFFOCATION, it’s ok but not fun! Bisa dibilang kali ini kita cuma “mendaur ulang” selebrasi dari orang lain. Fenomena ini deras menggejala dalam belantika musik metal lokal sampai hari ini.
Jika kita tidak mau dibilang “Mesin photocopy”, maka kita mesti menciptakan yang beda, sama sekali berbeda dengan bentuk yang sudah ada sebelumnya, taruh misal musik metal kita kawinkan dengan musik etnis, atau mungkin fusion, jazz, blues, bossanova, swing, etc seperti yang digagas oleh Sleep Terror (Band Death Metal-Funk dari US) Contoh lain, Sick Drummer Derek Roddy yang pernah mengkolaborasi Death Metal dengan ASU Orchestra (US) sehingga melahirkan Bentuk baru. Freak, dan tentunya menimbulkan Korsluiting dibenak Audience.
Ini sekedar contoh ketegangan antara konvensi dengan inovasi, tentunya kita akan mengerjakan yang lain. menciptakan musik yang agitatif, kontemplatif, dan mampu mengeksplorasi atau bahkan menjajah wilayah imajinatif yang belum terjamah oleh siapapun.
Meskipun awalnya kita akan ditertawakan orang, diumpat, dicuekin, atau bahkan dilemparin botol air mineral, it’s ok inilah proses menuju progress, dan sesuatu yang beda itu berarti kita harus “menyelingkuhi konvensi”, melompati trend yang ada, mengubur pakem, membunuh struktur dan meniadakan pusat, bebaskan ide-ide gila itu muncrat dan mendistorsi realita, bahwa bermusik (Metal) itu nggak harus begini-begitu, yang kita butuhkan Cuma kebebasan, karena dari situlah segalanya menjadi mungkin.
Seperti Aforisma seorang filsuf Post-modern F Nietzsche yang demikian: “Semua gendang telinga sekarang ini sudah digetarkan oleh musik masa depan itu…”. Kini saatnya kita memberi ruang pada diri kita untuk menertawakan definisi yang selama ini kita anggap final. Selamat bereksperimen, muntahkan kebaharuan yang spektakel, dan percayalah suatu saat musikmu akan terdengar oleh telinga-telinga yang haus akan kebaharuan!.
Oleh: Aditya Ardi N (Genjus) – Jombang, Jawa Timur, Indonesia
source : http://dapurletter.com/mainpage/?p=7806
Postingan Populer
-
Dari berbagai sumber Senin, 10 September 1984. Seorang oknum ABRI, Sersan Satu Hermanu, mendatangi mushala As-Sa'adah untuk menyita p...
-
Pers merupakan salah satu garda demokrasi. Tingkat demokratisasi suatu bangsa dapat diukur dari kebebasan pers yang dianut sistem sosial k...
-
Masih dalam suasana dirgahayu kota Jakarta yang ke-484, saya ingin memposting mengenai kesenian Lenong Betawi. Kesenian ini mampu bertahan ...
-
Ini adalah daftar video musik yang disensor baik oleh MTV, MTV2, VH1, CMT, BET, Q TV, Juice TV, Fuse, The Box, C4 atau MuchMusic . Termasu...
-
Solo yang dikenal sebagai salah satu kota budaya dan juga sebagai salah satu kota yang sejak dulu menjadi barometer scene underground tanah...
Senin, 18 April 2011
Menggagas Musik Eksperimental – Futuristik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar