Postingan Populer

Senin, 18 April 2011

Global Warming, Harimau Sumatera Tersisa 7 Persen



TEMPO Interaktif, Yogyakarta – Harimau Sumatera, satu-satunya subspesies harimau yang masih tersisa di Indonesia diyakini tersisa 7 persen. Artinya hanya ada sekitar 400-500 ekor harimau yang masih hidup di dunia.

Adapun Harimau Jawa dan Bali sudah sejak lama punah. Populasi harimau yang semakin menurun itu sebagian besar disebabkan maraknya perdagangan ilegal satwa liar dan penggundulan hutan. “Indonesia merupakan satu-satunya negara di dunia yang mengalami kepunahan dua sub species harimau sekaligus,” ujar pemerhati fauna UGM, Satyawan Pudyatmoko dalam rilis yang diterima Tempo Minggu 17 April.

Menurut Satyawan populasi harimau di Indonesia menurun drastis dalam 40 tahun terakhir. Padahal jumlahnya pernah mencapai 1200-an ekor di tahun 1970-an. Solusinya harus ada penambahan lahan kawasan konservasi sebagai areal habitat populasi lestari. “Untuk bisa lestari dalam jangka 100 tahun minimum kawasan konservasi menampung 250 ekor harimau dengn luas minimum habitat 1 ekor per 100 kilometer persegi,” katanya.

Luas habitat kawasan konservasi kini hanya 58.321 kilometer persegi. Padahal luas habitat potensial mencapai 144 ribu kilometer persegi. “Sayangnya, hanya 29 katanya dari habitat harimau yang masuk dalam kawasan konservasi,” katanya.

Koordinator Wildlife Species WWF Indonesia Chairul Shaleh mengatakan kepunahan Harimau Sumatera disebabkan adanya bisnis perdagangan satwa liar yang tengah marak di seluruh dunia. Bahkan, bisnis satwa harimau ini merupakan bisnis hewan liar kedua setelah kera. “Tiap tahun diperkirakan 100 ekor harimau di seluruh dunia dibunuh. Dagingnya dijual untuk dikonsumsi, sedangkan kulitnya untuk dikoleksi,” katanya.

Untuk melestarikan harimau sumatera ini juga bisa dilakukan dengan kebijakan tiger farming seperti yang dilakukan di China. Meski hasil dari penangkaran dan pengembangbiakan harimau ini di jual di pasaran namun tetap dalam bertujuan melindungi populasinya dari kepunhan . Tidak hanya China, kata Shaleh, Negara Zimbabwe dan Mozambik juga berhasil melakukan hal yang sama dalam pengembangbiakan populasi gajah untuk mengantisipasi terjadinya kepunahan dari ancaman perdagdangan illegal satwa liar. “Perdagangan illegal ini semakin mengancam keberdaaan harimau sumatera,” tuturnya.

Wisnu Nurcahyo dari bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM berpendapatancaman kepunahan hewan langka tidak semata gara-gara perdagangan satwa liar tapi juga disebabkan penyakit yang timbul akibat dampak global warming. “Pengalaman kita dalam menangani orang hutan di Kalimantan, banyak yang terkena penyakit malaria akibat tertular dari manusia. Bisa jadi kemungkinan harimau banyak yang mati terkena toxoplasma,” katanya.

source ; http://www.tempointeraktif.com/hg/sains/2011/04/17/brk,20110417-328057,id.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar